BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Belajar
adalah suatu proses dan bukan suatu hasil, karena itu belajar berlangsung aktif
dan integrative dengan menggunakan berbagai bentuk – bentuk perbuatan mencapai
tujuan (Soemanto,1998). Dalam melakukan kegiatan pembelajaran tidak hanya
sekedar bersifat fisik tetapi juga melibatkan kemampuan mental. Kemampuan mental
sangat diperlukan oleh anak yang akan
menunjukkan kesiapan dalam belajar.
Menurut
Soemanto (1998), dalam proses belajar individu memiliki kapasitas – kapasitas
mental berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi pada sistem syaraf
dan jaringan otak. Akibat dari hereditas dan lingkungannya berkembanglah
kapasitas mental individu yang berupa inteligensi. Perbedaan individu juga yang
menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. Siswa yang tidak
dapat belajar belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan
kesulitan belajar.
Kesukaran
belajar adalah terminologi umum yang dikaitkan pada sekelompok penyimpangan
heterogen, ditunjukkan dengan kesulitan nyata dalam penguasaan dan penggunaan
dari aktivitas mendengar, berbicara, membaca, menulis, berpikir, atau kemampuan
matematik. Penyimpangan – penyimpangan ini bersifat instrinsik pada individu,
diperkirakan karena tergangggunya fugsi sistem syaraf pusat, dan bisa terjadi
sepanjang kehidupan. Masalah dalam perilaku regulasi diri, persepsi sosial dan
interaksi sosial data muncul pada kesukaran belajar, tetapi tidak merupakan
sumber utama dari kesukaran belajar. Walaupun kesukaran belajar bisa terjadi
bersamaan dengan kondisi kecacadan lain ( seperti : kerusakan sensoris,
retardasi mental, gangguan emosional serius) atau karena pengaruh ekstrinsik (
seperti : perbedaaan budaya, instruksi yang kurang memadai atau kurang tepat),
ini bukanlah akibat dari kondisi – kondisi atau pengaruh – pengaruh tersebut (National
Joint Committee on Learning Disabilities, 1989 dalam Hallahan & Kuffman,
2006, p.172.)
Gangguan
belajar yang bersifat psikologis ini yang oelh sebagian pendidik maupun
orangtua dapat salah artikan sebagai anak yang memiliki IQ rendah atau anak
yang bodoh, padahal anak – anak yang mengalami gangguan tersebut mengalami
keterbelakangan kematangan kognitif sehingga mengalami kesulitan pada salah satu
kemampuan belajar seperti kesulitan membaca, kesulitan berhitung maupun
kesulitan berkonsentasi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan gangguan disleksia, disgrafia, diskalkulia dan bagaimana penanganannya?
2. Seperti
apa yang dapat dikatakan dengan anak gifted dan bagaimana menanganinya ?
BAB
II. PEMBAHASAN
A. Disleksia
a. Pengertian
Dalam arti luas, disleksia berarti segala bentuk
kesulitan yang berhubungan dengan kata – kata, seperti kesulitan membaca,
mengeja, menulis, maupun kesulitan untuk memahami kata – kata ( Pollock &
Waller, 1994). Disleksia merupakan gangguan kognitif yang berupa ketidakmampuan
membaca pada anak, anak kesulitan untuk mengenal huruf – huruf yang hampir
sama. Anak dengan gangguan ini bisa saja memiliki IQ yang baik dan kemampuan
lain yang baik juga namun dalam hal membaca akan mengalami kesulitan. Anak yang
kesulitan belajar mengalami masalah dalam tiga aspek membaca, yaitu : decoding,
kelancaran (fluency), dan pemahaman (comprehension). Anak mengalami kesulitan
dalam mengubah bahasa tulisan menjadi bahasa lisan (decoding), misalnya kesulitan menyebutkan huruf – huruf yang
membentuk kata topi, yaitu : t- o – p – i. Anak juga mengalami kesulitan dalam
membaca dengar lancar (fluency) dan
memahami arti bacaan ( comprehension).
b. Simptom
– simptom Disleksia
·
Ada kata – kata atau bagian – bagian
yang mengalami penghilangan, penyimpangan, atau penambahan,
·
Kecepatan baca yang lambat,
·
Salah memulai, keraguan yang lama atau
kehilangan bagian dari teks dan tidak tepat menyusun kalimat,
·
Susunan kata – kata yang terbalik dalam
kalimat, atau huruf – huruf yang terbalik dalam kata – kata,
·
Ketidakmampuan menyebut kembali isi
bacaan
·
Ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan
dari materi bacaan
·
Dalam menjawab pertanyaan perihal suatu
bacaan, lebih menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang informasi
daripada informasi yang berasal dari materi bacaan tersebut.
c. Strategi
yang dilakukan di Kelas
Di kelas, strategi yang
dapat dikembangkan dengan kreatif untuk mengatasi masalah membaca, dimana
membaca dapat dibagi 2, yaitu :
1. Membaca
Teknis
Anak yang memiliki
kesulitan untuk membaca secara teknis biasanya persepsi visualnya terganggu.
Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca anak, antara
lain :
·
Mulai dari hal yang dikuasai anak.
Misalnya mulai dari pengenalan huruf, kata, kata yang terdiri dari dua suku
kata, dst.
·
Guru mendiktekan kata atau kalimat, lalu
anak menuliskannya. Anak mendiktekan kata atau kalimat, lalu guru menuliskan,
dan anak membacanya kembali ( Harwell, 1995).
·
Membuat huruf dengan lilin,
·
Saat freetime digunakan untuk membuat
tugas yang melatih persepsi visual,
·
Pada pelajaran membaca di kelas, siswa
yang mengalami kesulitan membaca diberi giliran membaca paling akhir agar ia
dapat mendengarkan teman – temannya terlebih dahulu.
·
Anak diberikan bantuan dalam membaca,
misalnya pada saat tes soalnya dibacakan namun secara bertahap bantuan tersebut
akan dikurangi sejalan dengan meningkatnya kemampuan anak.
2. Membaca
Pemahaman
Anak yang memiliki
kesulitan untuk memahami bacaan, biasanya mengalami gangguan dalam berpikir
secara konseptual. Kemungkinan juga kurang memahami kata demi kata dalam bacaan tersebut. Strategi
yang dilakukan untk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman antara lain :
·
Memberikan bantuan gambar pada saat
menjelaskan suatu konsep.
·
Mind Mapping, strategi ini diberikan
agar anak memperoleh gambaran umum dari materi yang akan diajarkan.
·
Sebelum membaca suatu wacana, dengan hanya
melihat judul saja anak dibiasakan untuk bertanya : apa, siapa, dimana, kapan,
mengapa, bagaimana.
·
Penjelasan langsung pada saat mengalami
suatu kejadian, misalnya berkelahi dengan teman, anak langsung dijelaskan sebab
akibatnya.
B.
Diskalkulia
A. Pengertian
Diskalkulia adalah ketidakmampuan dalam melakukan
keterampilan aritmatika yang di harapkan untuk kapasitas intelektual dan
tingkat pendidikan seseorang yang diberikan melalui tes yang dibakukan secara
individual. Diskalkulia juga dapat diartikan sebagai kekurangan kemampuan
matematika yang di ukur menggunakan terstandarisasi yang mempengaruhi
pencapaian akademik dan kehidupan sehari-hari serta tidak bisa dijelaskan oleh
kekurangan kemampuan sensori ataupun pendidikan (dalam Visscher & Noel,
2013 ). Seorang anak yang mengalami kesulitan matematika karena penglihatannya
kurang ataupun karena kurang diberi pelajaran matematika tidak bisa
didefinisikan sebagai diskalkulia.
B. Ciri-ciri
Dua
ciri-ciri utama diskalkulia adalah ( Landerk, dkk. 2004) :
1. Kesulitan
dalam mempelajari dan mengingat fakta-fakta aritmatika. Anak dengan gangguan
diskalkulia mengalami kesulitan dalam mempelajari dan mengingat fakta
aritmatika seperti makna dan sifat simbol angka pembadingan deret, dan lainnya.
2. Kesuliatan
alam melaksanakan prosedur perhitungan. Prosedur perhitungan tidak bisa
dilakukan oleh anak dengan gangguan diskalkulia, dimana mereka kurang atau
tidak mengerti maksud dan penggunaan simbol-simbol perhitungan ( + ,-, x, : ) .
C. Identifikasi
Cara
mengidentifikasi anak dengan gangguan diskalkulia adalah dengan melihat
kemampuannya atau ciri-cirinya (
Raharyanti, 2012), diantaranya :
1. Tingkat
perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, seringkali mempunyai memori
visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis
2. Sulit
melakukan hitungan matematis, contohnya, ia sulit menghitung transaksi termasuk
menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang,
menghindari transaksi, ataupun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit
meakukan proses matematis, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang
mengalami disorientasi waktu dan arah. Anak biasanya bingung saat ditanya jam
berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk
arah.
5. Mengalami
hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu, misalnya mengurut
kejadian masa lalu atau masa mendatang
6. Sering
melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka, seperti proses
substitusi mengalami terbalik, dan mengisi deret hitung.
7. Mengalami
hambatan dalam mempelajari music, terutama karena sulit memahami notasi, urutan
nada, dan sebagainya.
8. Bisa
juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti
aturan main yang berhubungan dengan system skor.
D. Penanganan
Gangguan
diskalkulia berkaitan dengan masalah neurologis dan fungsi otak sehingga untuk
mengobati gangguan ini secara total tidak dapat dilakukan. Hal yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan penanganan supaya gangguan ini tidak
mengganggu segi kehidupan anak. Penanganan bagi anak dengan diskalkulia (
Klinik Autis Indonesia, 2012 ) antara lain :
1. Penanganan
harus dimulai di awal karir pendidikan anak. Sayangnya, gangguan belajar
matematika biasanya tidak disadari dan sulit di deteksi cukup dini. Berdasarkan
informasi baru, tersedia alat untuk membaca gangguan ( RDS ), strategi baru
yang di rancang untuk pendidik untuk membimbing dan membantu siswa meningkatkan
non-performing tersedia.
2. Perbanyak
contoh-contoh konkrit untuk memastikan pemahaman yang kuat sebelum melangkah
kepada konsep yang abstrak. Hal ini akan membantu untuk memberikan strategi
untuk memvisualisasikan konsep.
3. Berikan
kesempatan untuk menggunakan gambar, grafik, kalimat, atau kartu untuk membantu
dalam hal pemahaman soal disertai contoh kehidupan sehari-hari.
4. Kembangkan
sebuah konsep diri positif bahwa “saya bisa” , sesering mungkin.
5. Gunakan
pendekatan yang positif untuk mengenalkan konsep dasar.
6. Berikan
bantuan dalam mempelajari simbol-simbol matematika dan bahasa matematika.
7. Remediasi
menurut kerjasama erat antara guru kelas, regular dan mereka yang terlibat
dalam mendukung perbaikan.
C.
Disgrafia
a. Pengertian
Disgrafia adalah
kulitan khusus dimana anak – anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan
pikirannya ke dalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyusun kata
dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya ( tangan ) dengan menulis.
Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar
menulis. Disgrafia adalah learning
disorder degan cirri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas
dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat inteligensinya.
Disgrafia diidentifikasi
sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah
ekspektasi jika dibandingkan usia dan tingkat inteligensinya.
b. Symptom
– symptom Disgrafia
Symptom
disgrafia dibagi menjadi 6 kategori, yaitu :
1. Kesulitan
Visual – Spasial
·
Kesulitan dalam membedakan bentuk
·
Kesulitan mengorganisasikan kata dari
kiri ke kanan dalam satu halaman
·
Kesulitan menulis dalam satu baris dan
tidak beraturan
·
Kesulitan dalam membaca peta dan
menggambar atau mengggambar kembali sebuah bentuk
·
Lambat dalam menyalin kembali sebuah
tulisan
2. Kesulitan
dalam motorik
·
Kesulitan dalam memegang alat tulis
dengan benar, memotong makanan, mengikat tali sepatu, memainkan puzzle, dsb
·
Tidak bisa memegang gunting dengan baik atau
mewarnai di dalam garis
·
Memegang pergelangan tangan, lengan,
tubuh atau kertas dengan posisi yang aneh saat menulis
3. Kesulitan
pemrosesan bahasa
·
Kesulitan dalam menuangkan ide dalam
kertas secara langsung
·
Kesulitan dalam memahami peraturan
sebuah permainan
·
Kesulitan dalam mengikuti arah
4. Kesulitan
mengeja/menulis
·
Kesulitan dalam memahami peraturan
pengejaan
·
Dapat mengeja (oral) namun membuat
kesalahan dalam penulisan pengejaan
·
Kesulitan dalam membaca tulisannya
sendiri
·
Menghindari menulis
·
Mengalami kelelahan atau kram tangan
saatt menulis
·
Sangat sering menghapus
5. Kesulitan
dalam tatabahasa dan penggunaannya
·
Terlalu sering menggunakan koma
·
Tidak mengawali suatu kalimat dengan
huruf capital
·
Tidak menulis kalimat dengan lengkap
namun dengan list
6. Pengorganisasian
bahasa tertulis
·
Kesulitan dalam menceritakan suatu
cerita, dan mungkin memulai dari tengah
·
Berasumsi orang lain mengetahui apa yang
dia katakana
·
Tidak menyertakan fakta – fakta penting
·
Tidak pernah “to the point”
c. Penanganan
Ø Pahami
keadaan anak, berusahalah untuk tidak membandingkan anak disgrafia dengan anak
lainnya dan berikan tugas-tugas menulis singkat setiap hari
Ø Menyajikan
tulisan cetak, berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk
belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer
Ø Membangun
rasa percaya diri anak, berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan
oleh anak.
Ø Latih
untuk terus menulis, libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai
dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas
menarik dan memang di minatinya seperti menulis surat untuk teman atau orang
tua, dsb.
D. Anak Gifted
Munandar (1999) menjelaskan bahwa anak berbakat adalah
anak-anak yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai individu
yang memiliki kemampuan-kemampuan
unggul sehingga mampu mencapai prestasi tinggi. Kemampuan tersebut meliputi:
kemampuan intelektual umum (kecerdasan atau inteligensi), kemampuan akademik
khusus, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan memimpin, kemampuan
dalam salah satu bidang seni, dan kemampuan psikomotor (seperti olahraga).
Renzulli (Munandar, 1999) menyatakan bahwa individu yang
berbakat merupakan individu yang memiliki IQ di atas rata-rata, kreativitasnya
juga di atas rata-rata serta memiliki pengikatan diri terhadap tugas yang cukup besar. Jika hanya ada satu atau dua dari kemampuan tersebut,
maka individu tersebut belum bisa dikatakan berbakat.
a. Kemampuan
umum di atas rata-rata
Salah satu kesalahan dalam
mengidentifikasi anak berbakat adalah anggapan bahwa hanya kecerdasan dan
kecakapan sebagaimana diukur dengan tes inteligensi dan tes prestasi belajar
menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Wallach (Munandar,
1999) menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu
mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/produktif. Dalam istilah”kemampuan
umum” tercakup berbagai bidang kemampuan yang biasanya diukur oleh tes
inteligensi, prestasi, bakat, kemampuan mental primer, dan berpikir kreatif.
Sebagai contoh adalah penalaran verbal dan numerikal, kemampuan spasial,
kelancaran dalam memberikan ide, dan orisinalitas. Kemampuan umum ini merupakan
salah satu tanda dari ciri keberbakatan.
b. Kreativitas
di atas rata-rata
Kreativitas merupakan
kemampuan umum untuk menciptakan hal baru, kemampuan memberi gagasan-gagasan
baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan
melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur sebelumnya.
c. Pengikatan
diri terhadap tugas (task commitment)
cukup tinggi
Pengikatan diri terhadap
tugas merupakan bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun
dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami macam-macam rintangan atau
hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena telah
mengikatkan dirinya terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
Menurut Semiawan (1997) masalah-masalah yang
sering dihadapi oleh anak berbakat adalah:
a.
Labeling
Memberikan labelpada anak
berbakat akan menimbulkan harapan terlalu besar terhadap kemampuan anak dan hal
ini bisa menjadi beban mental anak, bahkan anak menjadi frustrasi. Selain itu,
anak yang memperoleh labeltertentu biasanya dikaitkan dengan labelyang diperoleh
dalam sifat dan perilaku anak. Labelingselain
berpengaruh terhadap anak juga mempengaruhi sikap lingkungan (guru, teman
sebaya, orangtua dan saudara) terhadap anak. Sikap lingkungan (guru dan teman
sebaya) terhadap anak berbakat bersifat ambivalen. Anak berbakat dikagumi,
tetapi juga dicemburui, bahkan sering juga terisolasikan dan kurang dipercayai.
Dalam kehidupan keluarga pun anak-anak ini sering dicemburui, karena
diistimewakan seperti pembagian tugas atau pembagian barang tertentu. Cornel (Semiawan,
1997) menemukan bahwa orangtua tidak terlalu setuju dengan kecermatan labelyang
dilabelkan kepada anaknya. Jika kedua orangtua setuju dengan labelitu maka
reaksi terhadap labelitu positif. Sebaliknya, apabila salah satu orangtua atau
kedua orangtua tidaksetuju, maka timbul sikap negatif terhadap labelitu.
b.
Grading
Grading sudah
menjadi sistem yang terintegrasikan dalam sistem persekolahan, dan merupakan
suatu lambang tentang keberhasilan dan kemajuan belajar anak-anak. Banyaknya
pihak yang mengkritik bahwa pemberian nilai angka tidak meningkatkan proses
belajar bahkan sering menghambat, namun sistem persekolahan tidak bisa
meninggalkan pemberian angka. Guru memiliki
interpretasi berbeda terhadap angka hasil tes, observasi, ataupun kinerja
murid. Pemberian angka ini memiliki beberapa keuntungan karena bisa menjadikan
komunikasi yang baik antara guru dan siswa itu tentang kemajuan belajar siswa
dan menghasilkan suatu pola akademis yang umum tentang siswa, selain juga
merupakan dukungan terhadap penelitian pendidikan. Sisi lain, pemberian angka
memiliki keterbatasan, seperti angka kurang cermat sehingga kurang mencerminkan
kemampuan yang sebenarnya, bahkansering tidak memperlihatkan kecermatan. Khusus
bagi anak-anak berbakat, penilaian dalam bentuk angka turut berbicara,
artinyamereka sangat sensitif, angka ini menjadi kepedulian yang
besar,kadang-kadang terlalu berkelebihan.
Anak
yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, seperti dikemukakan oleh Sutratinah Tirtonegoro (1984) yaitu;
Superior, Gifted dan Genius. Ketiga kelompok anak tersebut memiliki peringkat
ketinggian intellegensi yang berbeda.
a) Genius
Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar
biasa, sehingga dapat menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya.
Intelligence Quotien-nya (IQ) berkisar antara 140 sampai 200. Anak genius
memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut; daya abstraksinya baik sekali,
mempunyai banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif, suka menganalisis, dan
sebagainya. Di samping memiliki sifat-sifat positif juga memiliki sifat
negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan dirinya sendiri (egois),
temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi (emosional), tidak mudah bergaul,
senang menyendiri karena sibuk melakukan
penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain.
b)
Gifted
Anak ini disebut juga gifted and talented
adalah anak yang tingkat kecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di
samping memiliki IQ tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat
seni musik, drama, dan ahli dalam memimpin masyarakat. Anak gifted diantaranya
memiliki karakteristik; mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu,
imajinasinya kuat, senang membaca, dan senang akan koleksi.
c)
Superior
Anak superior tingkat
kecerdasannya berkisar antara 110 sampai dengan 125 sehingga prestasi
belajarnya cukup tinggi. Anak superior memiliki karakteristik sebagai berikut;
dapat berbicara lebih dini, dapat membaca lebih awal, dapat mengerjakan
pekerjaan sekolah dengan mudah dan dapat perhatian dari temantemannya. James H.
Bryan and Tanis H. Bryan (1979) mengemukakan bahwa karakteristik anak berbakat
itu (gifted) meliputi; physical, personal, and social characteristics.
Sedangkan David G. Amstrogn and Tom V. Savage (1983) mengemukakan; “Gifted and
talented students are individuals who are characteristized by a blaned of (1)
high intelligence, (2) high task comitment, and (3) high creativity. Secara
umum hampir semua pendapat itu sama, bahwa anak berbakat memiliki kemampuan
yang tinggi jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil studi lain
menemukan bahwa “Anak-anak berbakat memiliki karakteristik belajar yang berbeda
dengan anak-anak normal. Mereka cenderung memiliki kelebihan menonjol dalam
kosa kata dan menggunakannya secara luwes, memiliki informasi yang kaya, cepat
dalam menguasai bahan pelajaran, cepat dalam memahami hubungan antar fakta,
mudah memahami dalil-dalil dan formulaformula, tajam kemampuan analisisnya,
membaca banyak bahan bacaan (gemar membaca), peka terhadap situasi yang terjadi
di sekelilingnya, kritis dan memiliki rasa ingin yang sangat besar” Dedi
Supriadi (1992).
Faktor
yang Mempengaruhi Keberbakatan
a.
Hereditary
Factor
Dari sudut
hereditary factor,perkembangan
individu diyakini banyak ditentukan oleh
“benih” darimana ia
berasal. Secara kodrati misalnya keberbakatan berkaitan tingginya
produksi sel neuroglial, yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron
yang merupakan unit
dasar otak. Hal
ini menambah aktivitas antara
sel neuron (synaptic activity)
yang memungkinkan akselerasi proses berpikir
(Clack, 1983). Secara Biokimiawi
neuron-neuron tersebut
menjadi lebih kaya
dengan memungkinkan berkembangnya pola pikir kompleks. Pada waktu
lahir individu diberi kelengkapan organisasi otak yang memuat
100-200milyar sel otak yang siap
dikembangkan dan diaktualisasikan mencapai
tingkat perkembangan potensi tertinggi
(Clark, l983).
b.
Environmental
Factor
Meskipun secara kodrati para
anakberbakat telah memiliki pola otak yang hebat, akan tetapi
lingkungan akhirnya menentukan
sampai seberapa jauh
terjadi aktualisasi. Disadari berfungsinya
otak juga merupakan
hasil interaksi dari blueprint
genetis dan pengaruh lingkungan. Hal inimengingat
laporan riset ilmuwan yang menyatakan
umumnya hanya 5 %dari kapasitas otak
itu digunakan,sehingga dikenal dengan istilahUnderachiever.
Karakteristik anak
berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi
akademik, sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
1. Karakteristik Akademik
Adapun karakteristik
yang dimiliki oleh seorang anak berbakat, diantaranya:
a.
memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b.
keranjingan membaca,
c.
menikmati sekolah dan belajar.
d.
memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang
akademik khusus,
e.
memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep,
metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus,
f.
mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang
akademik khusus yang dipelajari pada
aktivitas-aktivitas bidang lain,
g.
kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan
usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
h.
memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang
akademik dan motivasi yang tinggi untuk
berbuat yang terbaik, dan
i.
belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik
khusus.
j.
mudah menyerap pelajaran.
Salah satu contoh yang digambarkan oleh
Kirk (1986) bahwa seorang anak berbakat
berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan
anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini
memiliki keberbakatan dalam membaca.
2. Karakteristik Sosial
Ada beberapa ciri
individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a. Diterima oleh mayoritas dari
teman-teman sebaya dan orang dewasa,
b. Keterlibatan mereka dalam
berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan positif dan konstruktif,
c. Kecenderungan dipandang
sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman
sebayanya,
d. Memiliki kepercayaan tentang
kesamaan derajat semua orang dan jujur,
e. Perilakunya tidak
defensif dan memiliki tenggang rasa,
f. Bebas dari
tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan
dengan situasi,
g. Mampu mempertahankan hubungan
abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa,
h. Mampu merangsang perilaku
produktif bagi orang lain, dan
i. Memiliki kapasitas yang
luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh
Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan emosi, bahwa seorang anak
berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap
periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya
dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam bermain).
Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16
tahun.
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak
berbakat memperlihatkan :
a.
memiliki penampilan yang menarik dan rapi,
b.
kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi longitudinal
Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat
usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan perbedaan adalah koordinasi
geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan
sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang
dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk,
1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan
antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas
rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri
terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang
menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika
mempunyai inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk
melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian
pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang
untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan karena
ia telah mengikatkan
diri pada tugas
atas kehendaknya sendiri.
4.
Karakteristik Intelektual-Kognitif
a.
Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang
orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.
b.
Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak
berkaitan menjadi suatu konsep yang utuh.
c.
Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat
tinggi.
d.
Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit
menjadi suatu hal yang sederhana dan mudah dipahami.
e.
Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam
memecahkan masalah.
f.
Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
g.
Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat
kaya dan mampu mengartikulasikannya dengan baik.
h.
Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan,
senang bermain atau merangkai kata-kata.
i.
Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau
pelajaran yang diberikan.
j.
Memiliki daya ingat jangka panjang (long
term memory) yang kuat.
k.
Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep
matematika dan/atau sains.
l.
Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
m.
Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang
lain.
n.
Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak,
dan dalam.
o.
Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau
persoalan dalam waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang
lainnya.
5.
Karakteristik Persepsi/Emosi
a.
Sangat peka perasaannya.
b.
Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak
lazim (sinis, tepat sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa
dapat menyakiti perasaan orang lain).
c.
Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi
orang lain (peka dengan sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).
d.
Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.
e.
Peka dengan adanya perubahan kecil dalam
lingkungan sekitar (suara, aroma, cahaya).
f.
Pada umumnya introvert.
g.
Memandang suatu persoalan dari berbagai macam
sudut pandang.
h.
Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal
baru
i.
Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih
dalam dibanding anak lain.
6.
Karakteristik Motivasi dan Nilai-Nilai
Hidup
a.
Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic).
b.
Memiliki dan menetapkan standar yang sangat
tinggi bagi diri sendiri dan orang lain.
c.
Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang
sangat tinggi.
d.
Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu
bantuan orang lain, tidak terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk
melakukan sesuatu (self driven).
e.
Selalu berusaha mencari kebenaran,
mempertanyakan dogma, mencari makna hidup.
f.
Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai
filsafat yang seringkali sulit dipahami orang lain.
g.
Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko,
menunjukkan perilaku yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” .
h.
Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai
keadilan, kejujuran, integritas.
i.
Memiliki minat yang beragam dan terentang luas.
7.
Karakteristik Aktifitas
a.
Punya energi yang seolah tak pernah habis,
selalu aktif beraktifitas dari satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.
b.
Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu
tidur yang lebih sedikit dibanding anak normal.
c.
Sangat waspada.
d.
Rentang perhatian yang panjang, mampu
berkonsentrasi pada satu persoalan dalam waktu yang sangat lama.
e.
Tekun, gigih, pantang menyerah.
f.
Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang
tidak pernah diam, selalu memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.
g.
Spontanitas yang tinggi.
BAB
III. PENUTUP
Kesimpulan
a. Disleksia,
disgrafia dan diskalkulia merupakan bagian dari Learning disorders. Banyak
penelitian mengemukakan bahwa gangguan-gangguan ini terjadi dalam bentuk
kombinasi antara satu sama lain. Selain itu peneliti juga lebih sering meneliti
Learning Disorder secara umum, tidak ada pembagian spesifik dalam disgrafia,
diskalkulia, maupun disleksia.
b. Untuk
anak – anak gifted, dapat dikatakan gifted jika memiliki ke tiga unsur seperti pada three rings
renzully, yaitu : Kemampuan umum di atas rata-rata, kreativitas
di atas rata – rata, pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment) cukup tinggi. Pendidikan di Indonesia sudah
menerapkan akselerasi untuk anak – anak gifted, namun penerapan akselerasi di
Indonesia bukan tempat anak yang gifted melainkan tempat untuk anak – anak yang
memiliki nilai akademis yang bagus atau berprestasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Deisi A Gautama. 2010. Penanganan Anak Disleksia di Sekolah. Artikel. Diakses pada Sabtu, 31 November 2015 pukul
14.35 WIB dari http://www.kesulitanbelajar.org/?p=63
Dewi, K. (2010, Maret
18). Diskalkulia : Apakah Selalu Menngikuti
Disleksia ?
Di
akses pada 01 November 2015 dari
Indigrow Child Development Center
Lidwina
Soeisniwati.2012. Disleksia Berpengaruhi Pada Kemampuan Membaca Dan Menulis.
Jurnal Stie Semarang di akses pada Sabtu, 31 oktober 2015 pukul 16. 00 WIB pada
http://jurnal.stiesemarang.ac.id/index.php/JSS/article/view/50/43
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT.
Nuh Jaya.
Omrod,
Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan
Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
www.
Academia.edu/5407896/Disgrafia. Diakses pada 1 Oktober 2015 pukul 04.17 WIB.
Fascinating!!!
BalasHapus