Minggu, 15 November 2015

Intervieview kelompok : FGD & Konseling Interview

A.    INTERVIEW KELOMPOK : FGD (Focus Group Discussion)
1.      Pengertian Focus Group Discussion (FGD)
FGD atau Focus Group Discussion jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Diskusi Kelompok Terarah. FGD biasa juga disebut  sebagai metode dan teknik dalam mengumpulkan data kualitiatif di mana sekelompok orang berdiskusi tentang suatu fokus masalah atau topic tertentu yang dipandu oleh seorang moderator.
Awalnya FGD merupakan metode dan teknik pengumpulan data yang dikembangkan dalam bidang pemasaran. FGD pada awalnya digunakan untuk mengetahui citra produk, desain produk, dan sebagainya.Dalam perkembangannya FGD mulai dikembangkan dalam bidang kedokteran dan ilmu-ilmu sosial.
2.      Karakteristik Focus Group Discussion (FGD)
Karakteristik atau ciri- ciri yang dimiliki oleh FGD, antara lain :
a.       FGD diikuti oleh para peserta yang idealnya terdiri dari 7-11 orang, hal ini ditujukan agar setiap individu mendapatkan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Peserta FGD lebih baik berjumlah ganjil karena jika dalam FGD sewaktu- waktu harus mengambil keputusan secara voting dapat mempermudah perhitungan.
b.      Peserta FGD terdiri dari orang-orang yang memiliki ciri-ciri homogen. Kesamaan ciri-ciri inti seperti persamaan gender tingkat pendidikan atau persamaan status lainya.
c.       FGD memiliki tujuan untuk menggali dan memperoleh beragam informasi tentang masalah atau topik tertentu.
d.      Metode FGD biasanya digunakan untuk pertanyaan terbuka yang memungkinkan peserta memberikan jawaban dengan penjelasan-penjelasan.
e.       Topik dalam FGD ditentukan terlebih dahulu oleh fasilitator. ?
f.       Waktu yang dibutuhkan untuk FGD berkisar antara 60-90 menit.
g.      FGD dilakukan tidak hanya satu kali, biasanya tergantung kebutuhan dilaksanakannya FGD. ?
h.      FGD sebaiknya dilaksanakan di ruang netral disesuaikan dengan pertimbangan bahwa peserta dapat secara bebas mengeluarkan pendapatnya. ?
3.      Kegunaan Focus Group Discussion (FGD)
Berikut merupakan beberapa kegunaan atau manfaat dari FGD/ Diskusi Kelompok Terarah, yaitu:
a.       Untuk merancang kuesioner survey.
b.      Untuk menggali informasi yang mendalam mengenai pengetahuan, sikap, dan presepsi. ?
c.       Untuk mengembangkan hipotesa penelitian. ?
d.      Untuk mengumpulkan data kualitatif dalam studi proses-proses penjajagan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauaan, dan evaluasi pembangunan. ?

4.      Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)
Ada beberapa tahapan atau langkah untuk melaksanakan FGD/ Diskusi Kelompok Terarah ini, yaitu sebagai berikut :
a.       Persiapan sebelum kegiatan FGD
·         Tim fasilitator harus datang tepat waktu. Fasilitator sebaiknya memulai komunikasi secara informal dengan peserta.
·         Tim fasilitator harus mempersiapkan ruangan sedemikian rupa dengan tujuan agar peserta dapat berpartisipasi secara optimal.
b.      Pembukaan FGD
·         Moderator hendaknya memulai dengan sambutan dan perkenalan.
·         Moderator menjelaskan tujuan diadakanya FGD.
·         Perkenalkan diri (nama masing-masing fasilitator dan peranannya masing-masing).
·         Jelaskan prosedur pertemuan.
·         Jelaskan bahwa pertemuan tidak ditujukan untuk mendengarkan ceramah fasilitator. Tekankan bahwa peserta harus mengeluarkan pendapat.
·         Mulai pertemuan dengan mengajukan pertanyaan yang tidak besangkutan dengan topik diskusi. Baru kemuduian memandu pertanyaan dengan menggunakan acuan panduan yang sudah disediakan.


c.       Penutupan FGD
·         Untuk menutup pertemuan FGD , jelaskan bahwa topic FGD akan segera selesai dan pemandu memberi kesimpulan mengenai hasil FGD. ?
·         Menjelang pertemuan benar-benar ditutup, sampaikan ucapan terima kasih pada peserta.

B.     THE COUNSELING INTERVIEW
Wawancara konseling bisa terbilang merupakan wawancara yang paling sensitive, karena melibatkan seseorang yang tidak bisa menangani masalahnya sendiri, atau ketika konselor memutuskan untuk membantu. Masalah yang diceritakan dalam wawancara konseling ini juga bersifat personal, seperti hal finansial, intimasi, stabilitas emosi, kesehatan, penggunaan obat-obatan/alkohol, pernikahan, moral, hasil kerja, dsb. ?  Wawancara konseling sudah mencapai tahap tertinggi dari kepercayaan dan keterbukaan, jika si interviewee mengerti masalahnya dan mencari tahu bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
6 tahap proses konselor dalam membantu interviewee mengerti dan menyelesaikan masalah mereka:
1.      Mempersiapkan wawancara konseling
2.      Membuat struktur wawancara
3.      Membuat suasana dan intonasi yang benar/pantas
4.      Memimpin wawancara
5.      Menutup wawancara
6.      Evaluasi wawancara

1.      Mempersiapkan Wawancara Konseling
·         Menganalisis diri (konselor/interviewer)
Pertama, nilai karakteristik personalmu untuk memulai analisis diri. Jadilah orang dengan pikiran terbuka, optimis, serius, relaks, dan sabar. Jangan argumentative atau defensif ketika tidak dibutuhkan. Studi menunjukkan bahwa konselor mempunyai kredibilitas yang tinggi dengan kliennya jika mereka membagikan kepercayaan mereka dalam menanggapi masalah si klien.
Sebagai konselor/interviewer, jangan mendominasi interaksi interpersonal, harus memiliki keinginan yang tulus untuk membantu interviewee. You must be people-oriented, rather than problem-oriented. ?
Interviewer harus imajinatif, bisa menganalisis, dan teratur. Bisa belajar cepat dan mengulang informasi dengan benar dan komplit. Bisa berkomunikasi dengan menjadi pendengar yang baik (untuk menegrti, empati, mengevaluasi, dan memberi resolusi), dan berkemampuan dalam berkomunikasi verbal maupun nonverbal. Bisa nyaman dengan orang yang mengakui/ menceritakan masalah mereka yang memalukan dan sangat personal.
Jangan mencoba menangani situasi konseling jika kamu belum berpengalaman atau belum mengikuti pelatihan. Siapkan dirimu untuk menjadi interviewer dengan membaca dan mengambil kursus dan seminar tentang konseling.
·         Menganalisis orang lain: interviewee
Review hal-hal yang kamu tahu tentang si interviewee: etnis, pendidikan, pengalaman kerja, penghargaan akadamik, latar belakang keluarga, anggota kelompok apa, kesehatan fisik dan sejarah psikologisnya, hasil tes, sesi konseling sebelumnya, dan informasi tentang masalah-masalah di masa lampau dan solusinya. Berbicara dengan orang-orang lain tentang si interviewee.
Bagaimanapun, ketika kamu tahu informasi-informasi tentang interviewee, itu bisa saja memengaruhi sikapmu kepada si interviewee tersebut. Tetap cari informasi dan mempunyai banyak informasi, dan tetap mempunyai pikiran yang terbuka. (be informed, but keep an open mind).
Jika kamu tahu apa prioritas dari interviewee tersebut, maka kamu akan mempunyai cara yang lebih baik untuk mengantisipasi dan merespon secara efektif terhadap pertanyaan-pertanyaan dan komentar dari si interviewee.




·         Menetapkan Pendekatan Wawancara
a.       Directive Approach (Pendekatan Langsung)
Pada pendekatan direktif ini, pewawancara (interviewer) mengatur susunan wawancara, pokok pembahasan, laju interaksi, dan waktu wawancara. Pewawancara (interviewer) mengumpulkan dan memberikan informasi, menjelaskan suatu masalah, memberikan saran dan solusi yang evaluative, serta memberi arahan untuk melakukan tindakan. Singkatnya, pewawancara yang menggunakan metode ini, memberikan arahan untuk melakukan tindakan (intervensi) seperti seorang konsultan yang sudah ahli. Orang yang diwawancarai (interviewee) juga terlibat dalam interaksi, tidak hanya sebagai tokoh yang hanya menerima masukan saja. Pendekatan secara langsung ini, berdasar pada asumsi bahwa pewawancara lebih mengetahui mengenai permasalah yang terjadi daripada interviewee. Dengan asumsi seperti ini, pewawancara dapat lebih mudah untuk menganalisa permasalahan yang dialami klien dan dapat merekomendasikan solusi.
b.      Nondirective Approach (Pendekatan Tidak Langsung)
Pada pendekatan secara tidak langusung ini, orang yang diwawancarai (interviewee) yang mengatur susunan wawancara, menentukan topic yang akan dibahas, kapan dan bagaimana wawancara akan berlangsung, dan panjang atau tidaknya waktu wawancara. Pewawancara (interviewer) berperan pasif dan sebagai pembantu, bukan sebagai seorang penasihat yang ahli. Pewawancara (interviewer) membantu interviewee untuk mengumpulkan informasi, memperluas sudut pandang, menjelaskan masalah, memberikan solusi, dan membuat keputusan yang tepat. Pewawancara (interviewer) mendengarkan, mengamati, dan memberi saran namun bersifat tidak memaksa. Pendekatan secara tidak langsung, berdasar pada asumsi bahwa interviewee lebih mampu daripada pewawancara (interviewer) dalam menjelaskan masalah, memberi solusi, dalam membuat keputusan yang tepat. Interviewee harus mengimplementasikan rekomendasi dan solusi tersebut. Keakuratan asumsi ini sama pada pendekatan langsung, yaitu tergantung pada pewawancara, interviewee, dan situasi. ?
Masalah yang ada pada interviewee bukan karena kurangnya informasi atau kesalahan informasi namun, karena ketidakmampuan interviewee untuk memvisualisasikan sebuah masalah atau dalam membuat keputusan. Sebagai pewawancara, harus bersikap objektif, dan netral, memperlihatkan pro dan kontra terhadap suatu masalah.
c.                   Combination Approach (Pendekatan Kombinasi)
Pada beberapa wawancara dalam konseling, penting juga sewaktu- waktu menggunakan kombinasi antara pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Sebagai permulaan untuk melakukan wawancara baik untuk menggunakan pendekatan secara tidak langsung untuk mendorong responden mengungkapkan masalahnya. Kemudian dapat diganti dengan pendekatan secara langsung dalam memberikan solusi dan apa yang haru dilakukan. Pendekatan secara langsung baik digunakan untuk mengumpulkan fakta, memberikan informasi, dan melakukan diagnose, sedangkan pendekatan tidak langsung dilakukan agar responden mau terbuka, dan memberikan informasi. Kesulitan dalam melakukan pendekatan kombinasi ini yaitu, bagaimana menentukan pendekatan mana yang sesuai dengan situasi yang sedang terjadi.
2.      Struktur Wawancara
Tidak ada ketentuan khusus dalam  struktur wawancara, namun ada situasi- situasi dimana dapat dikelompokkan untuk menentukan kapan harus menggunakan pendekatan secara langsung maupun tidak langsung. Berikut fase dari wawancara konseling :
Afektif
Kognitif
Fase 1. Menetapkan suasana yang mendukung
a.                   Kontak langsung
b.                  Menetapkan peraturan
c.                   Mengembangkan relasi
Fase 2. Penilaian masalah
a.                   Menerima informasi
b.                  Menggali informasi
c.                   Mengemukakan informasi
d.                  Menanyakan informasi
Fase 3. Integrasi yang mempengaruhi ?
a.                   Menerima perasaan
b.                  Berani mengungkapkan      perasaan
c.                   Menggambarkan perasaan
d.                  Menanyakan keadaan
e.                   Menghubungkan perasaan dengan konsekuensi
Fase 4. Pemecahan masalah
a.                   Menjelaskan informasi
b.                  Membuat alternative
c.                   Membuat keputusan
d.                  Mengemukakan cara

Fase afektif atau yang melibatkan perasaan atau kondisi emosi,  yakni kepercayaan interviewee kepada interviewer, pendekatan secara tidak langsung biasanya sesuai untuk fase ini. Fase kognitif, yang melibatkan apa permasalahan yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, pendekatan secara langsung atau pendekatan kombinasi biasanya sesuai pada fase ini.
3.      Menciptakan Suasana dan Menggunakan Intonasi yang Sesuai
Menciptakan suasana dan menggunakan intonasi yang sesuai saat melakukan konseling dapat mempengaruhi tingkat komunikasi, untuk interviewee dapat lebih terbuka untuk memberikan informasi.
a.                  The Setting
Menciptakan suasana yang kondusif, agar konseling berjalan baik seperti suasana yang tenang, nyaman, lokasi pribadi, bebas gangguan. Apabila memungkinkan, atur posisi duduk sehingga pewawancara (interviewer) dan interviewee mudah untuk berkomunikasi dengan bebas. Penelitian mengungkapkan bahwa situasi adalah hal yang penting untuk menentukan kedekatan. Jarak antara interviewer dan interviewee dikondisikan tidak terlalu dekat maupun jauhyakni 3,5 kaki. Pewawancara berada di belakang meja membuat interviewee merasa tidak nyaman dan terganggu, karena interviewer seperti yang berkuasa. Lebih baik, posisi duduk berada saling berhadapan tanpa ada penghalang sehingga juga tidak ada anggapan ada yang lebih berkuasa.
b.                  The Opening (Pembukaan)
Menit pertama dalam sesi konsultasi  adalah mengatur  pembicaraan  untuk mengingatkan.  Menyapa responden dengan sikap bersahabat dan tulus. Tunjukkan bahwa anda ingin ikut serta untuk  membantu. Jangan merendahkan atau mengatur.  Hilangkan rasa frustasi atau pun kejengkelan. Terima orang yang anda wawancara sebagai dirinya dan coba untuk mengerti  dunia klien. Jangan coba menebak – nebak alasan responden membuat janji atau berkunjung.  Hindari kecanggungan dan semua reaksi yang terlalu umum dalam interaksi  dengan anggota keluarga, anak, teman, dan asosiasi.
Wawancara konsultasi mungkn memerlukan waktu panjang untuk pengenalan  dan membangun hubungan kerja.  Ini merupakan sejarah hubungan yang mungkin positif atau negatif karena kedua belah pihak memonitor interaksi sebelumnya dan memasuki perubahan  dengan ekspetasi tinggi atau rendah. Wawancara konsultasi lebih sering menakutkan daripada interaksi lainnya. ? Dalam sebuah tahap kestabilan,  saat anda membangun perasaan baik dengan responden adalah kesempatan menunjukkan perhatian, ketertarikan, keadilan, keinginan untuk mendengar dan kemampuan untuk memelihara percaya diri. Ketika kestabilan dan orientasi lengkap, biarkan responden memulai dengan hal yang terlihat untuk menjadi sesuatu yang menarik atau perhatian. ? Ini merupakan langkah awal ke depan  yang tepat untuk menjelaskan lingkungan  dari asal masalah yang dihadapi responden atau mengatasi masalah.
Pengungkapan kepercayaan, sikap, perhatian, dan perasaan menentukan kesuksesan wawancara konsultasi  dan faktor utama dalam keputusan responden untuk mencari  atau tidak mencari bantuan. Suasana kondusif untuk pengungkapan dimulai sejak menit –menit pembukaan dari interaksi . Selama tahap awal ini, fokus perhatian terletak pada kekuatan ? daripada kelemahan dan kegagalan dan pada hal yang lebih membutuhkan perhatian.  Pendekatan  ini meningkatkan keahlian dan perasaan yang terlindungi untuk pengungkapan kepercayaan, sikap, dan perasaan dengan responden.
Jika melakukan sesi konsultasi, nyatakan secara jelas dan jujur hal yang ingin dibicarakan.  Jika terdapat jumlah waktu yang khusus  dialokasikan untuk wawancara buat hal ini dimengerti. Responden akan lebih mudah mengetahui berapa lama waktu  yang tersedia. Kulaitas adalah hal yang penting daripada jumlah waktu yang dihabiskan dengan responden . Pakaian dan peran perilaku yang signifikan memengaruhi persepsi responden atau sikap atraktif  dan tingkat daari keahlian dan menentukan seberapa dekat orang ter sebut akan tertarik kepada anda dan tingkat pengungkapan dirinya. ?
Walaupun akan memainkan banyak peran dalam setiap wawancara konsultasi ada empat dominasi. ?
4.      Memimpin Wawancara
a.       Mendengarkan
Mendengarkan adalah keahlian yang sangat penting untuk dikuasai. Seorang pewawancara harus fokus terhadap masalah interviewee. Hindari mendengarkan dengan evaluasi yang menilai dan mungkn mengkritisi. Untuk mengatasi sumber permasalahan anda harus memerikan perhatian penuh terhadap perkataan narasumber dan implikasi mereka serta hal yang secara sengaja atau tidak sengaja untuk tidak disebutkan. Bersikaplah tulus, tertarik dalam mendengarkan perkataan interviewee.
Jangan mengambil alih percakapan. Hati-hati dengan penyisipan pendapat pribadi, pengalaman, atau masalah. Jika interviewee bicara pada beberapa waktu jangan bicara untuk mengisi kekosongan. Gunakan kehampaan dengan memberanikan interviewee untuk melanjutkan pembicaraannya. Rebecca Leonar menyarankan beberapa perilaku non verbal mengkomunikasikan keinginan untuk mendengarkan.
b.      Observasi ?
Observasi ini menyediakan petunjuk tentang kseriusan masalah dan pikiran interviewee. Jawaban menipu mungkin lebih lama, lebih ragu-ragu, dan terkarakterisasi dengan rehat yang lama. Jika anda akan mencatat  atau merekam wawancara, jelaskan alasannya dan berhenti jika anda mendeteksi aktivitas tersebut merugikan.  
c.       Pertanyaan
Pertanyaan memainkan peran penting dalam wawancara konsultasi, akan tetapi pertanyaan yang banyak merupakan kesalahan utama. Pertanyaan terbuka memberanikan interviewee untuk mengatakan dan mengekspresikan emosi. Keduanya sangat penting untuk membangun keberanian, merefleksi, dan menanyakan tentang pertanyaan responden. ? Ajukan pertanyaan pada satu waktu karena pertanyaan berlaras dua menghasilkan jawaban ambigu.
d.      Merespons
Merespons pertanyaan yang sesuai pertanyaan sulit, merespon pertanyaan tergantung dari individu. Ada 4 jenis reaksi dalam merespons pertanyaan
1.      Reaksi sangat tidak langsung dan responnya
Reaksi sangat tidak langsung dan respons mendorong interviewee untuk melanjutkan komentar, menganalisis ide dan solusi, dan mandiri. Tetap diam untuk memberanikan interviewee melanjutkan atau menjawab pertanyaan mereka. 
2.      Reaksi tidak langsung dan responnya
Reaksi tidak langsung dan responnya menginformasikan dan memberanikan dengan tidak adanya pengenaan. Jadilah orang yang memberi informasi dibandingkan menjadi seorang yang membujuk.
3.      Reaksi langsung dan responnya.
Reaksi langsung dan responnya bergerak melebihi keberanian dan informasi tentang evaluasi atau penilaian. Respon langsung menyarankan dan mengevaluasi.
4.      Reaksi sangat langsung dan responnya
Reaksi sangat langsung dan responnya digunakan pada setiap keadaan khusus. Saran dan nasihat ringan digantikan dengan saran dan nasihat yang kuat. ?  Dalam reaksi sangat langsung jadilah orang yang membantu, perubahan harus dating dari responden.



5.      Menutup Wawancara
Menutup wawancara merupakan hal vital untuk kesuksesan semua interaksi. Ada beberapa panduan untuk menutup wawancara konseling. Praktisnya, interviewer dan interviewee harus tahu kapan waktu yang tepat untuk menutup wawancara tersebut. Jangan memulai topic ketika wawancara sudah hampir mencapai pada tahap akhir. Bersikaplah dengan baik, tulus, dan jujur ketika ingin menutup wawancara.
6.      Evaluasi Wawancara
Berpikirlah secara kritis dan hati-hati tentang wawancra konseling yang Anda lakukan. Hanya dengan analisis yang baik Anda dapat meningkatkan bantuan. Jadilah realistis karena tidak ada jaminan untuk menyelesaikan wawancara konseling tersebut. Setidaknya ada masalah serius dan mungkin tidak diketahui. Biasanya pria sangat susah untuk mengekspresikan perasaan dan emosi. Ingatlah bila persepsimu tentang bagaimana wawancara berlangsung dan bagaimana interviewee bereaksi mungkin bisa melebih-lebihkan atau melakukan kesalahan. Anda akan terkejut untuk kesuksesan Anda dan kegagalan anda dalam mencoba untuk menolong orang lain.

C.    KESIMPULAN

Saat wawancara konseling bila Anda mencoba menolong seseorang mendapatkan pengetahuan dalam fisik, mental, emosi, atau masalah sosial dan menemukan jalan keluarnya. Wawancara konseling bisa jadi sangat sensitif karena biasanya tidak akan terjadi sampai seseorang merasa tidak mampu untuk menangani masalah atau konselor memutuskan membantu memberikan bantuan. Persiapan membantumu untuk menentukan bagaimana cara mendengar, bertanya, menjelaskan, menjawab, dan berhubungan dengan interviewee . tidak ada wawancara yang identik. Demikian, banyak sugesti tapi beberapa peraturan mampu untuk memilih wawancara, tipe respon, pertanyaan, dan struktur.

DAFTAR PUSTAKA
Stewart, Charles. J., & William B. Cash, Jr. (2012). Interviu prinsip dan praktik edisi 13. Jakarta: Salemba Humanika
Indrizal, Edi.( tth). Jurnal Psikologi : Diskusi Kelompok Terarah Fokus Group Discussion (Prinsip-prinsip dan Langkah Pelaksanaan Lapangan). Padang : Universitas Andalas 


Senin, 02 November 2015

Penanganan Masalah Pembelajaran : Disleksia, Disgrafia, Diskalkulia, Gifted

BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil, karena itu belajar berlangsung aktif dan integrative dengan menggunakan berbagai bentuk – bentuk perbuatan mencapai tujuan (Soemanto,1998). Dalam melakukan kegiatan pembelajaran tidak hanya sekedar bersifat fisik tetapi juga melibatkan kemampuan mental. Kemampuan mental sangat diperlukan oleh anak yang akan  menunjukkan kesiapan dalam belajar.
Menurut Soemanto (1998), dalam proses belajar individu memiliki kapasitas – kapasitas mental berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi pada sistem syaraf dan jaringan otak. Akibat dari hereditas dan lingkungannya berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa inteligensi. Perbedaan individu juga yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. Siswa yang tidak dapat belajar belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Kesukaran belajar adalah terminologi umum yang dikaitkan pada sekelompok penyimpangan heterogen, ditunjukkan dengan kesulitan nyata dalam penguasaan dan penggunaan dari aktivitas mendengar, berbicara, membaca, menulis, berpikir, atau kemampuan matematik. Penyimpangan – penyimpangan ini bersifat instrinsik pada individu, diperkirakan karena tergangggunya fugsi sistem syaraf pusat, dan bisa terjadi sepanjang kehidupan. Masalah dalam perilaku regulasi diri, persepsi sosial dan interaksi sosial data muncul pada kesukaran belajar, tetapi tidak merupakan sumber utama dari kesukaran belajar. Walaupun kesukaran belajar bisa terjadi bersamaan dengan kondisi kecacadan lain ( seperti : kerusakan sensoris, retardasi mental, gangguan emosional serius) atau karena pengaruh ekstrinsik ( seperti : perbedaaan budaya, instruksi yang kurang memadai atau kurang tepat), ini bukanlah akibat dari kondisi – kondisi atau pengaruh – pengaruh   tersebut (National Joint Committee on Learning Disabilities, 1989 dalam Hallahan & Kuffman, 2006, p.172.)
Gangguan belajar yang bersifat psikologis ini yang oelh sebagian pendidik maupun orangtua dapat salah artikan sebagai anak yang memiliki IQ rendah atau anak yang bodoh, padahal anak – anak yang mengalami gangguan tersebut mengalami keterbelakangan kematangan kognitif sehingga mengalami kesulitan pada salah satu kemampuan belajar seperti kesulitan membaca, kesulitan berhitung maupun kesulitan berkonsentasi.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan gangguan disleksia, disgrafia, diskalkulia dan  bagaimana penanganannya?
2.      Seperti apa yang dapat dikatakan dengan anak gifted dan bagaimana menanganinya ?








BAB II. PEMBAHASAN

A.    Disleksia
a.       Pengertian
Dalam arti luas, disleksia berarti segala bentuk kesulitan yang berhubungan dengan kata – kata, seperti kesulitan membaca, mengeja, menulis, maupun kesulitan untuk memahami kata – kata ( Pollock & Waller, 1994). Disleksia merupakan gangguan kognitif yang berupa ketidakmampuan membaca pada anak, anak kesulitan untuk mengenal huruf – huruf yang hampir sama. Anak dengan gangguan ini bisa saja memiliki IQ yang baik dan kemampuan lain yang baik juga namun dalam hal membaca akan mengalami kesulitan. Anak yang kesulitan belajar mengalami masalah dalam tiga aspek membaca, yaitu : decoding, kelancaran (fluency), dan pemahaman (comprehension). Anak mengalami kesulitan dalam mengubah bahasa tulisan menjadi bahasa lisan (decoding), misalnya kesulitan menyebutkan huruf – huruf yang membentuk kata topi, yaitu : t- o – p – i. Anak juga mengalami kesulitan dalam membaca dengar lancar (fluency) dan memahami arti bacaan ( comprehension).

b.      Simptom – simptom  Disleksia
·         Ada kata – kata atau bagian – bagian yang mengalami penghilangan, penyimpangan, atau penambahan,
·         Kecepatan baca yang lambat,
·         Salah memulai, keraguan yang lama atau kehilangan bagian dari teks dan tidak tepat menyusun kalimat,
·         Susunan kata – kata yang terbalik dalam kalimat, atau huruf – huruf yang terbalik dalam kata – kata,
·         Ketidakmampuan menyebut kembali isi bacaan
·         Ketidakmampuan untuk menarik kesimpulan dari materi bacaan
·         Dalam menjawab pertanyaan perihal suatu bacaan, lebih menggunakan pengetahuan umum sebagai latar belakang informasi daripada informasi yang berasal dari materi bacaan tersebut.

c.       Strategi yang dilakukan di Kelas
Di kelas, strategi yang dapat dikembangkan dengan kreatif untuk mengatasi masalah membaca, dimana membaca dapat dibagi 2, yaitu :

1.      Membaca Teknis
Anak yang memiliki kesulitan untuk membaca secara teknis biasanya persepsi visualnya terganggu. Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca anak, antara lain :
·         Mulai dari hal yang dikuasai anak. Misalnya mulai dari pengenalan huruf, kata, kata yang terdiri dari dua suku kata, dst.
·         Guru mendiktekan kata atau kalimat, lalu anak menuliskannya. Anak mendiktekan kata atau kalimat, lalu guru menuliskan, dan anak membacanya kembali ( Harwell, 1995).
·         Membuat huruf dengan lilin,
·         Saat freetime digunakan untuk membuat tugas yang melatih persepsi visual,
·         Pada pelajaran membaca di kelas, siswa yang mengalami kesulitan membaca diberi giliran membaca paling akhir agar ia dapat mendengarkan teman – temannya terlebih dahulu.
·         Anak diberikan bantuan dalam membaca, misalnya pada saat tes soalnya dibacakan namun secara bertahap bantuan tersebut akan dikurangi sejalan dengan meningkatnya kemampuan anak.
2.      Membaca Pemahaman
Anak yang memiliki kesulitan untuk memahami bacaan, biasanya mengalami gangguan dalam berpikir secara konseptual. Kemungkinan juga kurang memahami kata  demi kata dalam bacaan tersebut. Strategi yang dilakukan untk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman antara lain :
·         Memberikan bantuan gambar pada saat menjelaskan suatu konsep.
·         Mind Mapping, strategi ini diberikan agar anak memperoleh gambaran umum dari materi yang akan diajarkan.
·         Sebelum membaca suatu wacana, dengan hanya melihat judul saja anak dibiasakan untuk bertanya : apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, bagaimana.
·         Penjelasan langsung pada saat mengalami suatu kejadian, misalnya berkelahi dengan teman, anak langsung dijelaskan sebab akibatnya.

B.     Diskalkulia

A.    Pengertian
Diskalkulia adalah ketidakmampuan dalam melakukan keterampilan aritmatika yang di harapkan untuk kapasitas intelektual dan tingkat pendidikan seseorang yang diberikan melalui tes yang dibakukan secara individual. Diskalkulia juga dapat diartikan sebagai kekurangan kemampuan matematika yang di ukur menggunakan terstandarisasi yang mempengaruhi pencapaian akademik dan kehidupan sehari-hari serta tidak bisa dijelaskan oleh kekurangan kemampuan sensori ataupun pendidikan (dalam Visscher & Noel, 2013 ). Seorang anak yang mengalami kesulitan matematika karena penglihatannya kurang ataupun karena kurang diberi pelajaran matematika tidak bisa didefinisikan sebagai diskalkulia.
B.     Ciri-ciri
Dua ciri-ciri utama diskalkulia adalah ( Landerk, dkk. 2004) :
1.      Kesulitan dalam mempelajari dan mengingat fakta-fakta aritmatika. Anak dengan gangguan diskalkulia mengalami kesulitan dalam mempelajari dan mengingat fakta aritmatika seperti makna dan sifat simbol angka pembadingan deret, dan lainnya.
2.      Kesuliatan alam melaksanakan prosedur perhitungan. Prosedur perhitungan tidak bisa dilakukan oleh anak dengan gangguan diskalkulia, dimana mereka kurang atau tidak mengerti maksud dan penggunaan simbol-simbol perhitungan ( + ,-, x, : ) .

C.     Identifikasi
Cara mengidentifikasi anak dengan gangguan diskalkulia adalah dengan melihat kemampuannya atau ciri-cirinya  ( Raharyanti, 2012), diantaranya :
1.      Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis
2.      Sulit melakukan hitungan matematis, contohnya, ia sulit menghitung transaksi termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, ataupun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3.      Sulit meakukan proses matematis, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan konsep hitungan angka atau urutan.
4.      Terkadang mengalami disorientasi waktu dan arah. Anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5.      Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu, misalnya mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang
6.      Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka, seperti proses substitusi mengalami terbalik, dan mengisi deret hitung.
7.      Mengalami hambatan dalam mempelajari music, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8.      Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan dengan system skor.


D.    Penanganan
Gangguan diskalkulia berkaitan dengan masalah neurologis dan fungsi otak sehingga untuk mengobati gangguan ini secara total tidak dapat dilakukan. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penanganan supaya gangguan ini tidak mengganggu segi kehidupan anak. Penanganan bagi anak dengan diskalkulia ( Klinik Autis Indonesia, 2012 ) antara lain :
1.      Penanganan harus dimulai di awal karir pendidikan anak. Sayangnya, gangguan belajar matematika biasanya tidak disadari dan sulit di deteksi cukup dini. Berdasarkan informasi baru, tersedia alat untuk membaca gangguan ( RDS ), strategi baru yang di rancang untuk pendidik untuk membimbing dan membantu siswa meningkatkan non-performing tersedia.
2.      Perbanyak contoh-contoh konkrit untuk memastikan pemahaman yang kuat sebelum melangkah kepada konsep yang abstrak. Hal ini akan membantu untuk memberikan strategi untuk memvisualisasikan konsep.
3.      Berikan kesempatan untuk menggunakan gambar, grafik, kalimat, atau kartu untuk membantu dalam hal pemahaman soal disertai contoh kehidupan sehari-hari.
4.      Kembangkan sebuah konsep diri positif bahwa “saya bisa” , sesering mungkin.
5.      Gunakan pendekatan yang positif untuk mengenalkan konsep dasar.
6.      Berikan bantuan dalam mempelajari simbol-simbol matematika dan bahasa matematika.
7.      Remediasi menurut kerjasama erat antara guru kelas, regular dan mereka yang terlibat dalam mendukung perbaikan.







C.    Disgrafia
a.       Pengertian
Disgrafia adalah kulitan khusus dimana anak – anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyusun kata dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya ( tangan ) dengan menulis. Pada anak-anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Disgrafia adalah learning disorder degan cirri perifernya berupa ketidakmampuan menulis, terlepas dari kemampuan anak dalam membaca maupun tingkat inteligensinya.
Disgrafia diidentifikasi sebagai keterampilan menulis yang secara terus-menerus berada di bawah ekspektasi jika dibandingkan usia dan tingkat inteligensinya.
b.      Symptom – symptom Disgrafia
Symptom disgrafia dibagi menjadi 6 kategori, yaitu :
1.      Kesulitan Visual – Spasial
·         Kesulitan dalam membedakan bentuk
·         Kesulitan mengorganisasikan kata dari kiri ke kanan dalam satu halaman
·         Kesulitan menulis dalam satu baris dan tidak beraturan
·         Kesulitan dalam membaca peta dan menggambar atau mengggambar kembali sebuah bentuk
·         Lambat dalam menyalin kembali sebuah tulisan
2.      Kesulitan dalam motorik
·         Kesulitan dalam memegang alat tulis dengan benar, memotong makanan, mengikat tali sepatu, memainkan puzzle, dsb
·         Tidak bisa memegang gunting dengan baik atau mewarnai di dalam garis
·         Memegang pergelangan tangan, lengan, tubuh atau kertas dengan posisi yang aneh saat menulis
3.      Kesulitan pemrosesan bahasa
·         Kesulitan dalam menuangkan ide dalam kertas secara langsung
·         Kesulitan dalam memahami peraturan sebuah permainan
·         Kesulitan dalam mengikuti arah
4.      Kesulitan mengeja/menulis
·         Kesulitan dalam memahami peraturan pengejaan
·         Dapat mengeja (oral) namun membuat kesalahan dalam penulisan pengejaan
·         Kesulitan dalam membaca tulisannya sendiri
·         Menghindari menulis
·         Mengalami kelelahan atau kram tangan saatt menulis
·         Sangat sering menghapus
5.      Kesulitan dalam tatabahasa dan penggunaannya
·         Terlalu sering menggunakan koma
·         Tidak mengawali suatu kalimat dengan huruf capital
·         Tidak menulis kalimat dengan lengkap namun dengan list
6.      Pengorganisasian bahasa tertulis
·         Kesulitan dalam menceritakan suatu cerita, dan mungkin memulai dari tengah
·         Berasumsi orang lain mengetahui apa yang dia katakana
·         Tidak menyertakan fakta – fakta penting
·         Tidak pernah “to the point”


c.       Penanganan
Ø  Pahami keadaan anak, berusahalah untuk tidak membandingkan anak disgrafia dengan anak lainnya dan berikan tugas-tugas menulis singkat setiap hari
Ø  Menyajikan tulisan cetak, berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer
Ø  Membangun rasa percaya diri anak, berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan oleh anak.
Ø  Latih untuk terus menulis, libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas menarik dan memang di minatinya seperti menulis surat untuk teman atau orang tua, dsb.

D.    Anak Gifted
Munandar (1999) menjelaskan bahwa anak berbakat adalah anak-anak yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai individu yang memiliki kemampuan-kemampuan unggul sehingga mampu mencapai prestasi tinggi. Kemampuan tersebut meliputi: kemampuan intelektual umum (kecerdasan atau inteligensi), kemampuan akademik khusus, kemampuan berpikir kreatif-produktif, kemampuan memimpin, kemampuan dalam salah satu bidang seni, dan kemampuan psikomotor (seperti olahraga).
Renzulli (Munandar, 1999) menyatakan bahwa individu yang berbakat merupakan individu yang memiliki IQ di atas rata-rata, kreativitasnya juga di atas rata-rata serta memiliki pengikatan diri terhadap tugas yang cukup besar. Jika hanya ada satu atau dua dari kemampuan tersebut, maka individu tersebut belum bisa dikatakan berbakat.

a.       Kemampuan umum di atas rata-rata
Salah satu kesalahan dalam mengidentifikasi anak berbakat adalah anggapan bahwa hanya kecerdasan dan kecakapan sebagaimana diukur dengan tes inteligensi dan tes prestasi belajar menentukan keberbakatan dan produktivitas kreatif seseorang. Wallach (Munandar, 1999) menunjukkan bahwa mencapai skor tertinggi pada tes akademis belum tentu mencerminkan potensi untuk kinerja kreatif/produktif. Dalam istilah”kemampuan umum” tercakup berbagai bidang kemampuan yang biasanya diukur oleh tes inteligensi, prestasi, bakat, kemampuan mental primer, dan berpikir kreatif. Sebagai contoh adalah penalaran verbal dan numerikal, kemampuan spasial, kelancaran dalam memberikan ide, dan orisinalitas. Kemampuan umum ini merupakan salah satu tanda dari ciri keberbakatan.
b.      Kreativitas di atas rata-rata
Kreativitas merupakan kemampuan umum untuk menciptakan hal baru, kemampuan memberi gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur sebelumnya.
c.       Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) cukup tinggi
Pengikatan diri terhadap tugas merupakan bentuk motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan tugasnya meskipun mengalami macam-macam rintangan atau hambatan, menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya karena telah mengikatkan dirinya terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.


Menurut Semiawan (1997) masalah-masalah yang sering dihadapi oleh anak berbakat adalah:
a.      Labeling
Memberikan labelpada anak berbakat akan menimbulkan harapan terlalu besar terhadap kemampuan anak dan hal ini bisa menjadi beban mental anak, bahkan anak menjadi frustrasi. Selain itu, anak yang memperoleh labeltertentu biasanya dikaitkan dengan labelyang diperoleh dalam sifat dan perilaku anak. Labelingselain berpengaruh terhadap anak juga mempengaruhi sikap lingkungan (guru, teman sebaya, orangtua dan saudara) terhadap anak. Sikap lingkungan (guru dan teman sebaya) terhadap anak berbakat bersifat ambivalen. Anak berbakat dikagumi, tetapi juga dicemburui, bahkan sering juga terisolasikan dan kurang dipercayai. Dalam kehidupan keluarga pun anak-anak ini sering dicemburui, karena diistimewakan seperti pembagian tugas atau pembagian barang tertentu. Cornel (Semiawan, 1997) menemukan bahwa orangtua tidak terlalu setuju dengan kecermatan labelyang dilabelkan kepada anaknya. Jika kedua orangtua setuju dengan labelitu maka reaksi terhadap labelitu positif. Sebaliknya, apabila salah satu orangtua atau kedua orangtua tidaksetuju, maka timbul sikap negatif terhadap labelitu.
b.      Grading
Grading sudah menjadi sistem yang terintegrasikan dalam sistem persekolahan, dan merupakan suatu lambang tentang keberhasilan dan kemajuan belajar anak-anak. Banyaknya pihak yang mengkritik bahwa pemberian nilai angka tidak meningkatkan proses belajar bahkan sering menghambat, namun sistem persekolahan tidak bisa meninggalkan pemberian angka. Guru memiliki interpretasi berbeda terhadap angka hasil tes, observasi, ataupun kinerja murid. Pemberian angka ini memiliki beberapa keuntungan karena bisa menjadikan komunikasi yang baik antara guru dan siswa itu tentang kemajuan belajar siswa dan menghasilkan suatu pola akademis yang umum tentang siswa, selain juga merupakan dukungan terhadap penelitian pendidikan. Sisi lain, pemberian angka memiliki keterbatasan, seperti angka kurang cermat sehingga kurang mencerminkan kemampuan yang sebenarnya, bahkansering tidak memperlihatkan kecermatan. Khusus bagi anak-anak berbakat, penilaian dalam bentuk angka turut berbicara, artinyamereka sangat sensitif, angka ini menjadi kepedulian yang besar,kadang-kadang terlalu berkelebihan.
Anak yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, seperti dikemukakan oleh Sutratinah Tirtonegoro (1984) yaitu; Superior, Gifted dan Genius. Ketiga kelompok anak tersebut memiliki peringkat ketinggian intellegensi yang berbeda.
a)      Genius
Genius ialah anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, sehingga dapat menciptakan sesuatu yang sangat tinggi nilainya. Intelligence Quotien-nya (IQ) berkisar antara 140 sampai 200. Anak genius memiliki sifat-sifat positif sebagai berikut; daya abstraksinya baik sekali, mempunyai banyak ide, sangat kritis, sangat kreatif, suka menganalisis, dan sebagainya. Di samping memiliki sifat-sifat positif juga memiliki sifat negatif, diantaranya; cenderung hanya mementingkan dirinya sendiri (egois), temperamennya tinggi sehingga cepat bereaksi (emosional), tidak mudah bergaul, senang menyendiri karena sibuk melakukan penelitian, dan tidak mudah menerima pendapat orang lain.
b)      Gifted
Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang tingkat kecerdasannya (IQ) antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ tinggi, juga bakatnya yang sangat menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama, dan ahli dalam memimpin masyarakat. Anak gifted diantaranya memiliki karakteristik; mempunyai perhatian terhadap sains, serba ingin tahu, imajinasinya kuat, senang membaca, dan senang akan koleksi.
c)         Superior
Anak superior tingkat kecerdasannya berkisar antara 110 sampai dengan 125 sehingga prestasi belajarnya cukup tinggi. Anak superior memiliki karakteristik sebagai berikut; dapat berbicara lebih dini, dapat membaca lebih awal, dapat mengerjakan pekerjaan sekolah dengan mudah dan dapat perhatian dari temantemannya. James H. Bryan and Tanis H. Bryan (1979) mengemukakan bahwa karakteristik anak berbakat itu (gifted) meliputi; physical, personal, and social characteristics. Sedangkan David G. Amstrogn and Tom V. Savage (1983) mengemukakan; “Gifted and talented students are individuals who are characteristized by a blaned of (1) high intelligence, (2) high task comitment, and (3) high creativity. Secara umum hampir semua pendapat itu sama, bahwa anak berbakat memiliki kemampuan yang tinggi jika dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil studi lain menemukan bahwa “Anak-anak berbakat memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal. Mereka cenderung memiliki kelebihan menonjol dalam kosa kata dan menggunakannya secara luwes, memiliki informasi yang kaya, cepat dalam menguasai bahan pelajaran, cepat dalam memahami hubungan antar fakta, mudah memahami dalil-dalil dan formulaformula, tajam kemampuan analisisnya, membaca banyak bahan bacaan (gemar membaca), peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, kritis dan memiliki rasa ingin yang sangat besar” Dedi Supriadi (1992).



Faktor yang Mempengaruhi Keberbakatan
a.      Hereditary Factor
Dari  sudut   hereditary  factor,perkembangan  individu  diyakini  banyak ditentukan  oleh  “benih”  darimana  ia  berasal.  Secara kodrati   misalnya keberbakatan berkaitan tingginya produksi sel neuroglial, yaitu sel khusus yang mengelilingi sel  neuron  yang  merupakan  unit  dasar  otak.  Hal  ini  menambah aktivitas  antara  sel  neuron  (synaptic  activity)  yang  memungkinkan  akselerasi proses  berpikir  (Clack, 1983).  Secara  Biokimiawi  neuron-neuron  tersebut  menjadi  lebih  kaya  dengan  memungkinkan  berkembangnya pola pikir kompleks. Pada waktu lahir individu diberi kelengkapan organisasi otak yang memuat 100-200milyar  sel otak yang siap dikembangkan dan diaktualisasikan mencapai tingkat perkembangan  potensi  tertinggi  (Clark, l983).
b.      Environmental Factor
Meskipun secara kodrati para anakberbakat telah memiliki pola otak yang hebat, akan  tetapi  lingkungan  akhirnya  menentukan  sampai  seberapa  jauh  terjadi aktualisasi.  Disadari  berfungsinya  otak  juga  merupakan  hasil  interaksi  dari blueprint genetis dan pengaruh lingkungan. Hal inimengingat laporan riset ilmuwan yang menyatakan umumnya hanya 5 %dari  kapasitas  otak  itu  digunakan,sehingga dikenal dengan istilahUnderachiever.

Karakteristik anak berbakat
Karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi akademik, sosial/emosi, dan fisik/kesehatan.
1.      Karakteristik Akademik
Adapun karakteristik yang dimiliki oleh seorang anak berbakat, diantaranya:
a.       memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b.      keranjingan membaca,
c.       menikmati sekolah dan belajar.
d.      memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
e.       memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi dari bidang akademik khusus,
f.       mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus  yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
g.      kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
h.      memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan  motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
i.        belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
j.        mudah menyerap pelajaran.

Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa  seorang anak berbakat berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki keberbakatan dalam membaca.  

2.      Karakteristik Sosial
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a.  Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
b.  Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan positif dan konstruktif,
c.   Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,
d.   Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
e.   Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
f.    Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan dengan  situasi,
g.  Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa,
h.  Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
i.   Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas, dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan emosi, bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16 tahun.    

3.      Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan :
a.       memiliki penampilan yang menarik dan rapi,
b.      kesehatannya berada lebih baik  atau di atas rata-rata, (studi longitudinal Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang  menunjukkan perbedaan adalah koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga memperlihatkan sifat rapi.
Karakteristik anak berbakat secara umum, seperti yang dikemukakan oleh Renzulli, 1981 (dalam Sisk,  1987) menyatakan bahwa keberbakatan (giftedness) menunjukkan keterkaitan antara 3 kelompok ciri-ciri, yaitu (a) kemampuan kecerdasan jauh di atas rata-rata, (b) kreativitas tinggi dan (c) tanggung jawab atau pengikatan diri terhadap tugas (task commitment). Masing-masing ciri mempunyai peran yang menentukan.
Seseorang dikatakan berbakat intelektual jika mempunyai inteligensia tinggi. Sedangkan kreativitas adalah sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, memberikan gagasan baru, kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada. Demikian pula berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami berbagai rintangan dan hambatan  karena  ia  telah  mengikatkan  diri  pada  tugas  atas  kehendaknya sendiri.
4.      Karakteristik Intelektual-Kognitif
a.       Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.
b.      Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu konsep yang utuh.
c.       Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
d.      Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana dan mudah dipahami.
e.       Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
f.       Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
g.      Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu mengartikulasikannya dengan baik.
h.      Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata.
i.        Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
j.        Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
k.      Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
l.        Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
m.    Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
n.      Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
o.      Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.
5.      Karakteristik Persepsi/Emosi
a.       Sangat peka perasaannya.
b.      Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis, tepat sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa dapat menyakiti perasaan orang lain).
c.       Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka dengan sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).
d.      Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.
e.       Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara, aroma, cahaya).
f.       Pada umumnya introvert.
g.      Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang.
h.      Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru
i.        Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain.
6.      Karakteristik Motivasi dan Nilai-Nilai Hidup
a.       Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu (perfectionistic).
b.      Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri sendiri dan orang lain.
c.       Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi.
d.      Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan sesuatu (self driven).
e.       Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma, mencari makna hidup.
f.       Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali sulit dipahami orang lain.
g.      Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan perilaku yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” .
h.      Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran, integritas.
i.        Memiliki minat yang beragam dan terentang luas.
7.      Karakteristik Aktifitas
a.       Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.
b.      Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit dibanding anak normal.
c.       Sangat waspada.
d.      Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu persoalan dalam waktu yang sangat lama.
e.       Tekun, gigih, pantang menyerah.
f.       Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.
g.      Spontanitas yang tinggi.






BAB III. PENUTUP
Kesimpulan
a.       Disleksia, disgrafia dan diskalkulia merupakan bagian dari Learning disorders. Banyak penelitian mengemukakan bahwa gangguan-gangguan ini terjadi dalam bentuk kombinasi antara satu sama lain. Selain itu peneliti juga lebih sering meneliti Learning Disorder secara umum, tidak ada pembagian spesifik dalam disgrafia, diskalkulia, maupun disleksia.
b.      Untuk anak – anak gifted, dapat dikatakan gifted jika memiliki  ke tiga unsur seperti pada three rings renzully, yaitu : Kemampuan umum di atas rata-rata, kreativitas di atas rata – rata, pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment)  cukup tinggi. Pendidikan di Indonesia sudah menerapkan akselerasi untuk anak – anak gifted, namun penerapan akselerasi di Indonesia bukan tempat anak yang gifted melainkan tempat untuk anak – anak yang memiliki nilai akademis yang bagus atau berprestasi.









                                                  DAFTAR PUSTAKA

Deisi  A Gautama. 2010. Penanganan Anak Disleksia di Sekolah. Artikel.  Diakses pada Sabtu, 31 November 2015 pukul 14.35 WIB dari http://www.kesulitanbelajar.org/?p=63
Dewi, K. (2010, Maret 18).  Diskalkulia : Apakah Selalu Menngikuti Disleksia ?
Di akses pada  01 November 2015 dari Indigrow Child Development Center
Lidwina Soeisniwati.2012. Disleksia Berpengaruhi Pada Kemampuan Membaca Dan Menulis. Jurnal Stie Semarang di akses pada Sabtu, 31 oktober 2015 pukul 16. 00 WIB pada http://jurnal.stiesemarang.ac.id/index.php/JSS/article/view/50/43
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT. Nuh Jaya.
Omrod, Jeanne Ellis. 2009. Psikologi Pendidikan Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
www. Academia.edu/5407896/Disgrafia. Diakses pada 1 Oktober 2015 pukul 04.17 WIB.